Kabut, Mie Instan, dan Jurang di Kawasan Kalibaya Brebes




"Brebes? Ada apa disana? Bawang, telur asin, dan pesisir aja kan ya?"

Stigma itulah yang melekat dalam benak saya tatkala mengunjungi Brebes, sebuah kabupaten di wilayah paling barat Jawa Tengah. Tetapi ternyata di Brebes terdapat dataran tinggi yang juga menawarkan keindahan alam khas pegunungan. Kalibaya adalah nama daerah itu. Suatu daerah di selatan Brebes yang dapat ditempuh kurang lebih satu setengah jam dari pusat kota. 

Menuju Kalibaya adalah sebuah tantangan bagi setiap sopir yang belum akrab dengan medan pegunungan. Jalanan konstan menanjak dengan tikungan tajam membuat sopir harus selalu siap dengan rem dan klason. Ruas jalan yang sempit membuat terkadang kendaraan roda empat harus bergantian melewati lajur tersebut. Mencapai Kalibaya memang menjadi tantangan, tetapi bagi saya itulah sumber dari kesenangannya. Jerit akibat adrenalin yang dipermainkan lika liku jalan membuat suasana mobil menjadi hidup. Ada cerita tentang jantung yang terus berdegup kencang karena jurang menganga di kanan dan kiri jalan. 





Sepanjang jalan pemandangan juga indah bukan kepalang. Sawah berterasering menghiasi kenampakan alam, hijau dengan petak-petak yang begitu rapi. Terkadang kabut beranjak turun berkejar-kejaran dengan angin yang membawa bulir-bulir hujan. Air irigasi juga mengalir lancar, menemani petani-petani menikmati istirahat siang di pondoknya. Berhentilah di pinggir-pinggir jalan ketika menuju Kalibaya Brebes. Berjalanlah di pematang sawah, sapalah petani-petani bawang yang ramah. Hiruplah dalam-dalam udara segar dataran tinggi. 

Saya tidak langsung ke wisata alam Kalibaya, tetapi saya sedikit memutar jalan untuk mengunjungi pengrajin batik dari pewarna alami terlebih dahulu. Ibu Tarkimah tengah membatik di dapur rumahnya di Jalan Gancib, RT 04/RW 04 Desa Bentar, Kecamatan Salam dengan pewarna alami berwarna cokelat pada kain berwarna kerem. Beliau tersenyum menyambut saya dan teman-teman di dalam rumahnya. Berceritalah beliau tentang bangganya ia menjadi pembatik di Kecamatan Salam, Brebes, tentang beliau yang telah hilir mudik ikut pameran memasarkan produknya. Pesanan pun datang dari berbagai daerah karena batik bermotif bawang, bebek, dan telur asinnya. Semuanya adalah motif yang begitu menggambarkan Kabupaten Brebes. 

Hujan kemudian mengguyur kawasan selatan Brebes. Becek dan kabut membuat saya hanya berteduh di sebuah warung ketika tiba di objek wisata Bukit Panenjoan. Padahal di bukit ini ada menara-menara pandang yang akan tampak cantik jika dijadikan objek fotografi. Saya juga tidak bisa body rafting di Ranto Canyon karena arus yang deras. Cuaca memang sekehendak yang kuasa. Syukur saya adalah cukup dengan segelas teh hangat sambil menipukan embun dari mulut di tengah suhu dingin siang itu.



Ketika hujan sudah reda, dan tanah mulai kering, saya akhirnya menuju objek wisata Kalibaya Puncak Gunung Lio. Gardu-gardu pandang menghantar pengelihatan saya pada kabut-kabut tipis yang perlahan pergi, berganti pemandagan kota Brebes dan waduk Malahayu. Seorang pemandu kemudian membuat saya tertantang mencoba space swing, bergelantung di seutas tali yang diikatkan pada dahan pohon di tepi sebuah jurang. Saya sempat gagal pada percobaan pertama. Saya terpeleset dan mengayun duluan, padahal posisi duduk saya belum benar. Untung pengaman sudah terpasang, dan tangan saya cukup kokoh memegang tambang. Jika tidak, nyawa mungkin sudah melayang. 

Setelah berayun bebas mengandalkan kekuatan dahan pohon, kaki dan tubuh saya yang masih gemetar karena naiknya adrenalin sepertinya membutuhkan asupan makanan. Warung sederhana di tengah Kalibaya membawa saya pada nikmat menyantap mie instan dan telur rebus, lengkap dengan segelas teh hangat manis. Dingin dan kabut membuat nikmat sore itu tidak dapat lagi saya dustakan. Hingga sore menjelang, saya hanya menghabiskan waktu dengan bercerita bersama teman seperjalanan, mendengar desiran pinus, dan angin yang semakin dingin. 





Ketika maghrib menjelang, saya pun pulang dengan menyusuri jalan yang sama ketika kami berangkat. Hari yang mulai gelap, dengan penerangan hanya mengandakan lampu mobil, saya kembali merasakan detakan jantung yang kembali cepat karena jalanan yang menurun dengan tikungan tajamnya. Kemudian saya tertidur karena tidak kuat menahan goyangan mobil mengimbangi jalan yang berkelok. Tetapi mabuk dan pacuan adrenalin itulah yang mejadi cerita ketika mengunjungi kawasan Kalibaya di Brebes. Mulai dari batik, Bukit Panenjoan, hingga Kalibaya Puncak Bukit Lio, kesemuanya membuat saya terus tertantang untuk melakukan penaklukan. Penaklukan akan rasa takut, akan kebangkitan semangat meski keadaan terbatas, tentang jalan yang sempit namun selalu berhasil dilewati ketika sabar dan percaya pada kemampuan diri sendiri.

CONVERSATION

6 comments:

  1. wah brebes ada batik juga ternyata, baru tahu. itu daerah pesisir apa yang pegunungannya mas ghana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo mas, Iya ada batiknya juga. Motifnya unik dan dari pewarna alami. Batiknya ada di kecamatan Salem, di daerah selatan Brebes, daerah pegunungan mas

      Delete
  2. Replies
    1. Saya tidak hapal betul nama jalannya mas. Tetapi yang saya ingat jalannya lewat jalur menuju kecamatan Salem. Dari Brebes hanya satu jalurnya katanya. Jalur menuju selatan Brebes tembus ke Cilacap.

      Delete
  3. aku dari awal tulisan kok udah deg-deg an ya kakak ghanaaa haha tapi seru banget ya akhirnya bisa sampai di tujuan

    ReplyDelete
  4. Pekalongan dong Ghanaa. Eniwei aku suka tone fotomu di sini. Haaa judulnya bikin laper

    ReplyDelete

Back
to top