Suatu Sore di Sebuah Beach Club di Batubelig




Jika biasanya saya menikmati sepinya pantai, maka kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman baru saya dalam menikmati ramainya pantai. Jika biasanya saya pergi seorang diri ketempat yang sepi, maka kali ini saya ingin bercerita tentang momen perjalanan bersama teman-teman baik. Cerita tentang menikmati suatu senja dengan jenaka, dengan sebotol bir dan sandaran sofa di suatu pinggir pantai Pulau Dewata.


Pukul empat sore hari WhatsApp dan notifikasi panggilan tidak terjawab saya tiba-tiba telah penuh dengan pesan dan panggilan masuk. Seorang blogger kondang Bali, kak Richo Sinaga dari Richotraveling.com tenyata telah menghubungi saya berulang-ulang tanpa sempat saya jawab. Astaga! Saya yang baru setengah sadar dari bangun tidur baru teringat akan janji menikmati sunset di Pantai Batubelig Seminyak, yang tidak jauh dari Hotel Vila Lumbung tempat saya menginap. 

Segera saya telepon balik sang blogger kondang itu. Ternyata kak Richo sudah dari tadi menunggu di depan pos satpam hotel dengan skuter matiknya yang siap membawa kami berdua menuju Beach Club 707 Pantai Batubelig. Di beach club nanti saya juga akan bertemu dengan kak Puspa Siagian, Blogger cantik di Puspasiagian.com yang sekarang sedang menetap di Bali. Sayang memang kak Bobby Ertanto Virustraveling.com belum sempat bergabung bersama kami sore itu karena harus menjadi fotografer di kapal pesiar yang disewa oleh pasangan yang menikah untuk berkeliling di sekitar Tanjung Benoa. 



image
Pemandangan Beach Club


image
Perfect companion


image
Romantisme Ala Senja
Matahari sudah condong ke ufuk barat di sore itu. Saya harap-harap cemas bisa datang ke pantai tepat waktu supaya bisa menikmati sunset bali yang tersohor itu. Jalanan di sekitar daerah Petitenget terlihat cukup ramai. Banyak café-café, restoran, art shop unik, dan pusat oleh-oleh berderet seolah tiada habis menawarkan pesona Bali yang dijualnya kepada para wisatawan. Turis-turis asing tampak bebas mengendarai motor berbonceng-boncengan, mungkin saja ingin menuju tempat yang sama seperti kami, pinggir pantai di barat Bali. 

Tidak seberapa lama bermotor, saya tiba di pinggrian Pantai Batubelig dimana sebuah club yang bentuknya “sangat pantai sekali” telah berdiri. Pohon-pohon palem diselingi pasir, rumput, perdu dan hamparan laut luas menjadi latar sebuah pondok “urakan” yang semi terbuka tetapi begitu esetetis khas Bali berdiri. Dari pondok itu tersebar botol-botol bir, cocktail, mocktail, atau sekadar air kelapa dan air mineral bagi para pengunjung beach club. Live music dari seorang DJ yang berdiri di sebelah pondok mengalun tidak begitu keras tetapi cukup untuk terdengar oleh telinga para pengunjung yang sedang mabuk kepayang dalam sensasi melihat mentari terbenam. 

Saya dan kak Richo memilih sofa-sofa persis di baris terdepan dari bibir pantai. Deru ombak begitu keras terdengar dan angin sepoi-sepoi membelai rambut dan wajah saya. Setelah memesan sebotol San Miguel Light sore itu, saya dan kak Richo terbuai manja pada empuknya sofa berwarna-warni yang memang disediakan berderet di sepanjang bibir pantai. Sayang tidak lama kami bersandar, datanglah anjing-anjing yang mengencingi sofa di sebelah kami yang membuat kami terbangun dari belaian tangan para dewa. Kamipun tersadar ada yang terlupa,  dan anjing tadi mungkin telah dikirim dewata menjadi pengingat kami yang belum memberi tahu kak Puspa tentang tibanya kami di pantai ini.



image
Senja di Batubelig
Tidak lama setelah kami mengabari posisi pada kak Puspa, blogger kece ini tiba bersama pacar dan teman-temannya. Semakin ramailah suasanya 707 beach club sore itu dari yang semula memang sudah ramai oleh para pemburu sunset. Pukul 5 lebih, semburat biru merah pada lazuardi mulai menujukkan kontrasnya. Mentari hanya tingal sebentar lagi menghilang berganti bulan yang sudah malu-malu muncul di sudut langit yang lain. Sembari melihat para pengunjung beach club mendekat ke bibir pantai untuk mengabadikan sunset, kami pun bercerita tentang hal-hal yang ringan. Tentang cerita yang membuat tawa dan senyum tanpa kepahitan. Sungguh sebuah cara menikmati hidup sepenuh-penuhnya.

Tidak terasa pembicaraan kami berlalu hingga gelap menjemput. Lagu elektro yang diputar DJ Beach Club semakin keras terdengar pertanda ramainya club ini akan segera berganti dari para pemburu sunset kepada penggila pesta. Isi botol San Miguel sayapun sudah seperempatnya saja dari semula. Kak Richo yang adalah announcer mobilitas tinggi sepertinya juga harus segera pulang karena esoknya ada siaran pagi. Saya suka dengan pesta, tetapi apa daya kodrat diri tidak terlalu cocok berjoget terlalu lama. Saya memutuskan untuk pulang setelah selesai membuang hajat di toilet beach club yang membuat saya berimajinasi seperti sedang ada di toilet resot sebuah pulau terpencil di Oceania. Hari sudah gelap, senja telah berlalu. Kawan-kawan baikpun harus kembali pada rutinitas hariannya. Saya pun begitu. Masih ada sehari lagi di Bali, dan sepertinya tepat jika saya menikmatinya dengan menyendiri. 



image
Senja tenggelam

Lokasi pantai ini tidak jauh dari Hotel Vila Lumbung tempat saya menginap 

Vila Lumbung
Jalan Raya Petitenget no. 1000x Seminyak - Bali Indonesia
Phone: +62 361 4730204
Fax: +62 361 4731106
Email: [email protected]
website: www.hotellumbung.com

CONVERSATION

1 comments:

  1. Baca artikel ini. Dikasihkan atuh link ke blog kakak2nya wkwkwk

    ReplyDelete

Back
to top