Malam itu kawasan kota lama Semarang tampak riuh rendah. Sejak
pukul empat sore hari ribuan orang berkerumun di kanan kiri jalan. Pagar betis
berjaga di tiap sisi jalan untuk membersihkan area berkarpet merah. Lampu-lampu
sorot menembakan cahaya ungu, putih dan hijau pada langit senja Semarang. Malam
itu, sekali lagi untuk ke enam kalinya Semarang Night Carnival Diselenggarakan.
Kota lama menjadi pusat perayaan tahun ini. Berlatar Gereja
Blenduk yang ikonik, dan suasana kota lama yang menurut saya begitu magis,
panggung megah tempat para biduan bernyanyi berdiri. Karpet merah terbentang
mulai dari depan pintu gereja hingga menjelang Spiegel di depan Taman
Srigunting. Tak lama setelah Walikota Semarang membuka gelaran malam itu, hujan
turun dengan derasnya. Hujan tak menyurutkan semangat masyarakat untuk mendesak
maju melihat pawai Taruna PIP yang melakukan marching band. Langit sampai
terharu dengan semarak keriaan malam itu.
Pesta rakyat ini menjadi penanda kota ini masih
mengapresiasi karya seni dan kerja kreatif masyarakatnya. Ratusan peserta pawai
berasal dari sanggar-sanggar dan murid-murid sekolah di kota Semarang. Ragam kostum
dibuat, dan kesemuanya berusaha merepresentasikan Warak Ngendok, sang ikon
urban legend Semarang. Warna-warni kostum karnaval juga terbuat dari hasil
kerja kreatif para pengrajin rotan yang menata kostum yang beratnya bisa
mencapai puluhan kilogram. Meski sangat berat, tidak tampak muka letih dari
para peserta. Semuanya bahagia menari di karpet merah, tanpa canggung meliuk
menggoda para penonton.
Lagu-lagu daerah dari Semarang mengalun mengiringi rentak
tarian dan langkah peserta karnival. Lagu nasional berpadu dengan wajah
sumringah para peserta mempromosikan kekayaan kotanya. Saya optimis seperti apa
yang Pak Hendrar Prihadi, Walikota Semarang ungkapkan dalam sambutannya bahwa
Semarang akan menjadi sebuah kota yang Hebat. Kota yang megah dan modern tetapi
tetap berakar pada budaya dan identitasnya.
Selamat ulang tahun Kota Semarang, Semoga Hebat! Selalu.
0 comments:
Post a Comment