Pasar Batur Banjarnegara: Sebuah Foto Cerita



Di Batur, sebuah kecamatan di dataran tinggi Dieng sisi Banjarnegara, saya menemukan sensasi baru dalam mengamati pasar. Ada tali persaudaraan yang erat, ada asap rokok yang mengepul pekat, dan tentu saja jaket untuk menjaga hangat. Inilah pasar di kaki gunung, seribuan meter tingginya dari permukaan laut. 

Pasar Batur adalah tempat perhentian saya sebelum menuju kebun kentang Albaeta yang juga berada di kecamatan ini. Pasar ini adalah pasar yang ramai. Pasar yang menjadi sumber segala kebutuhan di kecamatan itu. Mulai dari penjual sayur mayur dan daging, hingga yang menjual baju dan makanan jadi ada di pasar ini. Beberapa bangunan sudah tampak tua. Beberapa lainnya adalah ruko baru yang masih sepi dari lirikan pembeli. Selebihnya adalah lapak sederhana, beralas aspal beratap terpal. 

Mereka yang berbelanja amatlah antusias. Sepertinya, pergi ke pasar juga adalah ajang rekreasi keluarga. Tidak hanya ibu yang pergi ke pasar, tapi juga ayah, anak, dan mbah. Anak digendong, mbah dibopong. Ibu membeli petai dan jengkol, ayah membeli mainan untuk si kecil. Semuanya tampak takjub dengan ramainya pasar.

Ada juga mbah dan cucunya yang sedang duduk makan bakso. Semangkok bakso adalah hadiah untuk cucu yang bagi rapot di hari itu. Mereka berdua, duduk di depan sebuah ruko mengamati jalan raya dan pasar. Bertukar memori antar generasi, mencoba saling melihat ke belakang dan juga ke depan di sisi masa masing-masing. Saya haru sekali melihat mereka. Sungguh, tiada yang lebih indah selain berkumpul bersama anggota keluarga. 

Dingin memang menusuk tulang. Suhu 18 derajat Celcius di siang hari adalah suatu hal biasa di Pasar Batur. Rokok mengepul dari mulut-mulut lelaki, mencoba menggenapi mitos merokok bisa menjaga hangat. Kaum yang lain hanya mengenakan jaket yang tebal, meresapi dingin yang adalah teman sehari-hari. Motor-motor trail yang mampu membelah gunung kadang berseliweran, bus-bus ukuran kecil lalu-lalang menghubungkan kecamatan. 

Itulah Pasar Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah. Sama seperti pasar tradisional lainnya, magis dan kaya akan cerita tentang manusia. Sungguh, pasar tradisional adalah salah satu perayaan kehidupan yang paling paripurna. 

















CONVERSATION

9 comments:

  1. Suka dan sangat sepakat dengan kalimat pamungkasnya "pasar tradisional adalah salah satu perayaan kehidupan yang paling paripurna"

    Saya kecil dan tumbuh besar di salah satu desa di Wonosobo, satu jam perjalanan dari Batur. Saat kecil, momen "pasaran" atau hari-hari tertentu dalam kalender Jawa, adalah momen yang dinanti. Saat pasar menjadi sangat ramai dan segala rupa benda ada. Orang yang desanya nggak punya pasar pun berbondong-bondong ke pasar tersebut naik mobil bak terbuka. Sayang, budaya itu semakin tergerus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa kak.. Pasar adalah salah satu tempat paling dekat melihat fenomena manusia yang beragam

      Delete
  2. Tulisan yang sungguh manis mas Ghana. Ditengah dunia yang semakin bergerak dengan cepat, membaca dan melihat beberapa foto diatas seakan melambatkan waktu. Bagaimana kehidupan yang mengalir pelan di sebuah keramaian pasar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kak. Selalu menarik mengabadikan tempat-tempat dimana banyak rupa-rupa manusia saling berinteraksi

      Delete
  3. Aku prnh ngebayangin, kayaknya enaaaak banget kalo bisa tinggal selamanya di dieng ini.. Sebagai oraNg yg ga kuat panas, udara sejuk dieng bikin aku jatuh cinta ama kota ini :) .. Ga prnh bosen balik kesana..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa kak.. aku juga ingin sekali tinggal di Dieng. Sejuk sekali udaranya, segar juga.

      Delete
  4. Numpang share ya. Dulu sy tinggal di Batur thn 74-76, sewaktu blm ada listrik, pasar di Batur hanya ramai saat hari pasaran, namanya Paingan, selebihnya sepi...ramai saat anak anak pergi sekolah, pulang dan mengaji di sore hari. Hanya satu-dua mobil lalu-lalang, colt dari tiga berlian, bus 62 yg berukuran 3/4 punya Pak Browi yg buatan Rusia, dan mobil2 buatan amerika yg dimodiv menjadi mobil komersial. Dan hamparan kebun kentang, jagung, kol, tembakau, dan teh, serta sentra ikan yg berada 10 km ke arah selatan pasar bernama desa Nusupan. Tk

    ReplyDelete
  5. pernah sendirian ke pasar batur seperti orag hilang, susahnya nyari buah pisang ijo di sana, tapi penjualnya g terlalu mematok harga mahal walaupun bukan orang situ, tetep harga normal dan baik juga penjualnya pernah dapat diskon beli buah2an d sana..

    ReplyDelete
  6. Mudah-mudahan ada rejeki dan kesempatan hingga angan angan pergi ke Dieng dapat terwujud.

    ReplyDelete

Back
to top