Singkawang Sebentar

Singkawang adalah salah satu kota terbaik untuk berlibur di Kalimantan Barat, bahkan bagi kami orang Pontianak. Inilah cerita saya, setelah 7 tahun tidak berkunjung ke sana.
Sewaktu pulang ke Pontianak, saya diajak seorang sahabat untuk ikut bersama keluarganya main ke Singkawang. Rencananya kami berangkat di hari Sabtu, menginap semalam di Pantai Pasir Panjang, dan kemudian Minggu siang pulang kembali ke Pontianak. Dalam kurun waktu tersebut, perjalanan menyusuri Singkawang jelas singkat. Namun, bukan berarti tidak bisa dinikmati.  

Menempuh perjalanan sekitar 4 jam dari Pontianak cukup membuat perut lapar. Urusan perut kemudian diselesaikan dengan menyantap mie ayam di Bakso dan Mie Ayam 68 yang berlokasi di Jalan Diponegoro. Lokasinya berada di tengah kota, dalam deretan ruko-ruko yang lebih mirip seperti latar kota di Singapura atau Hongkong era tahun 60 sampai 70-an. Klasik, ramai, namun penuh wibawa tanda adab yang dijunjung tinggi. 

Warung Mie yang saya singgahi ini cukup terkenal di Kalimantan Barat. Banyak pembesar mampir di sini, sebut saja Gubernur dan Walikota serta Bupati, selain deretan artis-artis. Semua pembesar yang berkunjung terpatri potretnya di dinding warung. Sebuah penegasan akan reputasi yang tidak tanggung-tanggung. Soal rasa, menurut saya enak namun ya biasa saja. Tidak terlalu jauh berbeda dengan kedai-kedai mie ala Tionghoa lainnya. Harganya sayangnya sedikit di atas rata-rata. Namun, saya kira sepadan dengan sensasi yang orang rasakan ketika bisa makan di sana: setara seleranya dengan para pembesar negeri. Oiya, tempat ini juga telah tersertifikasi Halal.


Pesona pasar Hongkong dan ruko-ruko kayu dengan aksen Tionghoa kental membuat rombongan kami betah menyusuri lika-liku jalanan Singkawang. Senang sekali rasanya berkunjung ke kota yang ramah dan makanannya enak-enak ini. Mampirlah ke kios-kios kue di sekitar Pasar Hongkong, rasakanlah Mi Pan, Roti Srikaya, Lapis, Puding, Sus, hingga makan tradisional yang sudah hampir punah seperti kue ketan yang dimasukan dalam tanaman kantung semar. Hari itu, mungkin berat badan saya sudah bertambah lagi sekilo. 

Bagi saya, selain aktivitas telusur kota, berkunjung ke Singkawang juga adalah soal mencari udara pantai. San Kew Jong yang adalah pelafalan dialek Cina tradisional untuk Singkawang menjelaskan hal ini. San Kew Jong berarti kota yang terletak di antara laut dan pegunungan, dan memang sejatinya itulah Singkawang. Singkawang berbatasan langsung dengan Laut Natuna Utara alias Laut Cina Selatan, dan juga tempat Gunung Poteng menancapkan kakinya di daerah sekitar kecamatan Nyarumkop. 

Oleh karena rindu pantai, maka kami menginap di Palapa Beach Hotel di Pantai Pasir Panjang 1. Sesuai namanya Pasir Panjang, pantai ini bahkan sampai bisa dibagi menjadi dua kawasan pantai. Di Pasir Panjang 1 ada penginapan yang sudah cukup represntatif dengan fasilitas seperti AC, TV, Water Heater, Handuk, Spring Bed, dan sarapan. Ada juga deretan villa-villa yang bisa disewa. Sementara, Pasir Panjang 2 menawarkan pesona batu-batu besar di pantai meski dengan penginapan yang relatif lebih sederhana. 

Kalau boleh jujur, rasa-rasanya pantai Singkawang amatlah biasa. Pasirnya memang putih, namun airnya keruh. Abrasi juga membuat pasir pantai yang dulunya landai kini menjadi curam. Jadi, buanglah jauh-jauh ekspektasi tinggi terutama soal kejernihan air laut di sekitar sini. Namun, berenang dan beraktivitas pantai tetap asyik dilakukan di Singkawang. Ada banana boat, pelampung karet, juga jet ski dan aktivitas lainnya. Tetapi, jika ingin benar-benar mencari pantai yang eksotis dengan air jernih, bisa menyeberang ke Pulau Randayan, Lemukutan, dan beberapa pulau lainnya di sekitar Singkawang.

Oiya, selain ke Pasir Panjang kami juga ke Mimi Land. Sebuah pantai baru yang sebenarnya sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkayang. Di sini, pantainya begitu ramai. Sepertinya karena punya arena bermain layaknya sebuah theme park. Ada komedi putar, kora-kora, bom-bom car, sampai sepeda angin dan flying fox. Saya mencoba sepeda angin dan kora-kora. Meskipun sempat mual dibuatnya, namun sensainya membuat rindu ingin bermain lagi.

Ketika pulang, saya sempat mampir di Mempawah, ibukota Kabupaten Mempawah.  Saya berkunjung ke Kantin Bestari, yang menjual penganan khas Melayu di sebuah rumah Melayu kuno. Lokasinya persis di depan pintu masuk menuju Keraton Amantubillah. Masakan yang terkenal salah satunya adalah Kwe Tiaw. Meskipun masakannya khas Tionghoa, Kwe Tiaw di sini dimasak dengan cara Melayu, yang menurut saya rasanya sedikit berbeda namun tetap sama enaknya. Mungkin karena pengaruh kaldu sapi, daging sapi, dan beberapa kecap yang disesuaikan agar memenuhi kriteria Halal, dan cocok dengan lidah orang Melayu. Sayang hari itu hujan turun dengan lebatnya, sehingga saya tidak bisa melongok sebentar ke Kraton Amantubillah yang umurnya lebih tua dari Kraton Pontianak itu.

Itulah Singkawang Sebentar. Tidak sempat saya pergi blusukan ke kelenteng, pasar, menikmati keriuhan kota seperti biasa, karena saya ikut rombongan orang. Namun, meski sebentar kota itu terus membuat saya rindu kembali. Deretan kota mulai dari Pontianak, Sungai Pinyuh, Mempawah, Bengkayang, hingga Singkawang, adalah sebuah jalur peradaban juga tanda bukti bersahabatnya etnis Melayu, Dayak, dan Tionghoa sejak ratusan tahun lalu di tanah Kalimantan Barat. Singkawang Sebentar, namun kenangannya tak pudar.





CONVERSATION

3 comments:

  1. Aku juga suka Singkawang. Lihat kerukunan umat antar beragama di sana juga menyenangkan. Tapi belum pernah ke Mempawah atau lain-lainnya yang di sekitar situ, euy.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah deretan Sungai Pinyuh, Mempawah, Sungai Duri, dan Pemangkat sampai Sambas juga tidak kalah menarik kak Vira. Banyak yang masih terjaga autentik budayanya, namun belum banyak tergali.

      Delete
  2. Dulu suami tugas ke pontianak, sempet main jg ke singkawang dan dia bilang agak susah cari makanan halal di sana . Mungkin ga nemuin bakmi yg di atas :p. Ini salah satu kota ug pgn bgt aku datangin, krn denger2 makanannya enak2 :) . Kalo utk wisata pantai, jujurnya memang ga suka mas. Kalo ke bali aja pantai2nya aku skip :p. Mungkin krn ga kuat panasnya itu sih.. Apalagi kalimanta. Yaa. Prnh ke brunei dulu, dan aku tepar kena panasnya yg luar biasa menggigit :p

    ReplyDelete

Back
to top