London Stories: Home Away From Home (end)


Setelah dengan cerita hidup di dalam sebuah rumah ala Inggris, kini saya akan bercerita tentang bagaimana kehidupan lingkungan sekitar rumah di London. Cerita tentang kehidupan di daerah London Borough of Barnet, salah satu komplek perumahan terbaik di London Utara. Komplek di mana Wisma Indonesia berdiri. Wisma yang menjadi “home away from home” bagi saya. Rumah di mana nasi dan semur ayam tersedia di pagi hari, tetapi tersimpan dalam kotak plastik modern yang nantinya harus dipanaskan dengan microwave jika ingin disantap sebagai sarapan.


Rumah tinggal saya terletak di perbatasan distrik Edgware dan Colindale.  Pagi pertama di rumah saya habiskan dengan mengenal lingkungan sekitar. Pukul setengah tujuh pagi saya keluar rumah dengan celana training dan jaket parka serta syal. Embun beku masih tampak melekat pada daun-daun dan pucuk-pucuk pagar. Mobil-mobil tampak terselimuti lapisan es yang mulai cair terpapar sinar matahari. Dua tiga wanita kulit hitam tampak berlari-lari kecil sambil membawa anjing pudel, mungkin sedang berolahraga menghangatkan raga supaya tidak membeku di akhir musim dingin ini. Tak lama beberapa anak sekolah dengan mantol seperti Hogwartz melintas, bergegas menuju perhentian bus.

Daerah di mana saya tinggal adalah daerah sub-urban dengan konsentrasi imigran yang cukup tinggi. Tidak heran yang saya lihat berlalu lalang bukanlah kaum kulit putih, tetapi lebih banyak kaum berwarna. Di pagi hari mereka semua bergegas menuju tempat tujuannya masing-masing. Sekolah, kantor, pasar, gereja, masjid, atau sekadar berolah raga mengelilingi komplek. Hal yang sama yang saya perhatikan adalah kesemuanya berjalan lurus kedepan. Tanpa toleh kanan kiri. Tanpa peduli ada saya yang memperhatikan mereka. Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Mendengar musik, bermain gadget, atau fokus pada binatang peliharaannya. 


Tempat sampah dengan emblem distrik Barnet
Di sekitar tempat saya tinggal banyak terdapat fasilitas umum. Tidak jauh dari rumah tampak sebuah kotak surat dengan logo ER - yang adalah singkatan dari Elizabeth Royal – emblem kerajaan Inggris. Sepertinya kotak surat itu masih berfungi, terlihat dari catnya yang tampak selalu diperbaharui dan beberapa orang yang menghantar surat ke kotak itu. Di negara seperti Inggris bahkan komunikasi dengan surat menyurat masih terjadi ketika Wi-fi terdapat hampir di setiap sudut negeri. Kotak telepon yang ikonik khas London juga tampak di beberapa tempat. Beberapa sudah tidak bercat merah lagi, tetapi warnanya sudah berganti hijau tua dengan tulisan di atas pintu masuk “Wifi Here”. Kotak telepon hijau tua tadi sudah berubah menjadi kotak Wi-fi dengan akses gratis tiga puluh menit dan setelahnya perlu membayar jumlah kredit tertentu. Menguntungkan bagi saya yang bertekad untuk tidak membeli kartu sim lokal karena percaya dengan jaringan wi-fi yang mudah ditemukan di mana-mana.

Hal yang paling saya suka dari suatu komplek perumahan di London adalah keteraturan polanya. Bahwa di setiap komplek perumahan terdapat sebuah pusat perdagangan, deretan rumah yang murni perumahan tanpa toko-toko, taman, sekolah dasar, klinik, dan pusat transportasi. Semuanya bisa dijangkau paling lama hanya dalam 10 menit berjalan kaki. Sungguh sebuah pola komplek yang sempurna untuk mendukung suatu kehidupan. Terbayang bagaimana anak-anak masih punya tempat bermain, komplek perumahan yang lebih aman dari orang asing yang berlalu-lalang, pusat belanja yang terpusat sehingga akan selalu dikunjungi penduduk sekitar, dan fasilitas pendidikan yang baik untuk kaum muda, serta mudahnya merawat orang tua dan yang sakit. 



Colindale Park
Di tempat saya tinggal terdapat beberapa taman umum. Taman yang cukup besar adalah Colindale Park. Taman tersebut selalu saya lewati hampir setiap hari jika ingin pergi ke stasiun Underground Colindale. Taman yang bagi saya sangat luas dengan pohon-pohon yang rindang dan berkanopi lebar, rumput yang rapi, serta arena bermain. Terbayang ramainya taman ini dikala musim semi dan musim panas oleh orang yang berjemur atau sekadar piknik dan bermain. Jalan menuju taman tidak pernah terlalu jauh dari rumah. Apa pun bisa dicapai dengan berjalan kaki dan transportasi publik. Tidak perlu takut diganggu tawaran pedagang asongan seperti yang pernah saya rasakan di taman kota Bandung. Di sini semua serba mandiri untuk bisa membawa makanan sendiri, kursi sendiri, dan aktivitas sendiri. Itu pun jika memang diperlukan untuk membawa segala perkakas piknik. Terkadang penduduk tidak perlu membawa apa pun dan sudah bisa enjoy untuk duduk dan berbaring di rumput yang rapi. Mungkin terlihat begitu individualistik, tetapi bagi saya pribadi, saya menemukan kenyamanan menikmati taman kota dengan cara seperti ini.

Hidup di komplek perumahan yang jauh dari pusat kota, tidak berarti mobilitas penghungi komplek perumahan tidak tinggi. Dengan transportasi publik yang baik, hal tersebut menjadi mungkin. DI tempat saya tinggal terdapat stasiun Underground yang sekali naik sudah bisa mengelilingi seluruh kota London dalam waktu singkat. Juga terdapat halte bus tingkat yang ikonik itu. Meski pun berada sedikit di pinggir kota, tetapi tidak pernah saya merasa lama dalam menunggu alat transportasi umum tersebut. Dalam beberapa menit sekali pasti moda transportasi akan datang menjemput kami. Dengan tarif transportasi yang relatif murah, memiliki mobil pribadi saya rasa sudah bukan jadi kebutuhan utama di kota seperti London. 


Halte bus dan stasiun Underground
Pola pemukiman yang baik dan kualitas kehidupan yang selalu terjaga tentu membuat bahagia para penghuninya. Rumah yang baik menghasilkan penghuni yang baik. Rumah yang buruk menghasilkan penghuni yang buruk. Karena rumah memanglah bukan sekadar bangunan, tetapi juga soal lingkungan sekitar yang membentuk rumah itu sendiri. Rumah adalah tentang emosional yang tercipta pada diri setiap penghuninya kala berlari mengejar bus sekolah, mengejar Underground menuju pusat kota, atau pergi piknik bersama dengan sekeranjang buah berry di taman dekat rumah.
Di Colindale saya belajar semua hal tentang rumah. Bahwa rumah lah yang telah membentuk kita menjadi sesuatu di hari ini. Membentuk kita di mana pun berada, karena sesungguhnya rumah adalah di mana pun.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top