Traveling By Train: Bermain dan Berwisata di Semarang


image

Tawa malu para ibu bakul pasar yang sedang duduk di atas mobil pick up di depan stasiun Ambarawa menjadi penyambut kedatangan kami. Setelah menumpang bus sekitar sepuluh menit dari kampung kopi Banaran, kami tiba di Stasun Ambarawa, yang kini menjadi Museum Kereta Api. Hari sudah cukup panas oleh terpaan matahari. Topi pemberian PT. KAI dalam goodie bag pun menjadi teman perjalanan jelajah museum kali ini. Saya pernah tinggal lama di Ambarawa, sekitar tiga tahun semasa bersekolah di SMA dulu. Tetapi baru kali ini saya masuk ke dalam Museum Kereta Api, bahkan bisa naik kereta uap yang tersohor itu.


Lokomotif tua menyambut kami tatkala masuk dalam dipo lokomotif yang menjadi bagian pertama dari museum kereta api. Satu lokomotif uap tampak beroperasi, memanaskan suhu mesin mempersiapkan sebuah perjalanan. Peluit kereta sesekali terdengar, seolah memberi pertanda pada kami yang sedang beringas menangkap momen dengan kamera untuk menyingkir dari jalur rel. Lokomotif uap itu perlahan bergerak dari dipo menuju gedung stasiun. Di stasiun, lokomotif uap tadi akan dirangkaikan dengan gerbong kereta wisata yang akan mengantar kami menikmati perjalanan Ambarawa – Tuntang selama kurang lebih empat puluh lima menit. 

image
image
image
Interior dalam kereta wisata Ambarawa - Tuntang
Setelah dengan susah payah digiring oleh tour guide untuk segera menuju gedung stasiun, kami akhirnya siap untuk diberangkatkan. Kami sibuk mencari tempat duduk dengan pemandangan terbaik dalam gerbong kereta wisata. Gerbong kereta ini begitu klasik, berdinding kayu dan berjendela tanpa kaca. Warna hijau dan krem menambah kesan tua dari kereta ini. Kursi penumpang masih terbuat dari kayu, yang dibuat berhadap-hadapan. Saya serasa duduk dalam kereta yang sama dengan Larasati, tokoh dalam novel berjudul sama karya Pramoedya Anantaoer yang berjalan dari Jogja menuju Jakarta. Larasati pergi dengan kereta api, sambil membawa cita-cita akan revolusi. 

Memang jika melihat sejarah kereta api Indonesia, maka tidak bisa dilepaskan dari sejarah pergerakan kemerdekaan. Kereta api menjadi alat yang penting untuk memobilisasi masa, cepat, murah dan dalam jumlah yang besar. Sungguh berguna jasa kereta api pada masa pergerakan kemerdekaan dulu. Begitu pula stasiun Ambarawa ini. Stasiun ini pernah menjadi saksi peristiwa tentara rakyat mengusir sekutu dalam peristiwa Palagan Ambarawa. Jika menyempatkan diri suatu hari berkunjung ke museum Isdiman di Monumen Palagan, maka akan tampak gambar stasiun Ambarawa dalam diorama perang palagan Ambarawa. Pahit dan manis sudah banyak dirasakan oleh jawatan ini dari masa ke masa. 

image
image
Pemandangan Rawa Pening dari Kereta Wisata.
Angin berhembus memberikan kesegaran di dalam gerbong kereta wisata yang sesekali dimasuki asap pembakaran kayu jati dari ketel uap lokomotif. Para peserta Traveling By Train sibuk mendengar penjelasan guide sambil mengabadikan pemandangan Rawa Pening dengan latar pegunungan dan tanaman eceng gondoknya. Sepanjang perjalanan, hanya bahagia yang saya rasakan. Melihat indahnya negeri ini dari jendela kereta api merupakan pengalaman yang sungguh berkesan. Kereta uap ini melaju pelan, membuat para penumpangnya bebas mencari momen apapun yang mereka inginkan di sepanjang jalan yang dilalui oleh sang kereta. 

Kami akan berhenti di stasiun Tuntang selama kurang lebih lima belas menit untuk kemudian kembali lagi ke Ambarawa. Di perjalanan pulang kami diminta duduk berkelompok, dan dibagikan sebuah tantangan untuk di jalankan ketika tiba di stasiun Ambarawa nanti. Ternyata acara Traveling By Train ini juga ingin membuat rasa akrab antar peserta, dengan membuat permainan antar kelompok. Kami dibagi dalam empat kelompok, dan tantangan pertama adalah melakukan drama. Drama kami bertemakan kisah berlatar zaman kolonial dan perjalanan dengan kereta api pada masa itu. Hidup saya yang sudah penuh drama ini semakin menjadi drama karena permainan ini. Sungguh mengasikan, terlebih ketika kami dinilai oleh bintang tamu Traveling By Train 2015, Trinity Naked Traveler. 

Puas bermain di Museum Ambarawa, kami diajak kembali ke kota Semarang untuk makan siang dan kemudian berkunjung ke lokasi yang juga menjadi saksi bisu sejarah awal perkretaapian Indonesia. Kami akan berkunjung ke gedung Lawang Sewu. Gedung yang terletak di kawasan tugu muda ini ternyata adalah kantor pusat dari NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij), sebuah jawatan kereta api swasta milik Belanda. Bentuk gedung ala hindis dengan kaca patri dan balkon yang aritisik, menjadi pelengkap cerita banyaknya jumlah pintu di Lawang Sewu.
image
image
image
Gedung Lawang Sewu, Kaca Patri, dan view tugu muda dari balkon utama gedung A.
Lawang Sewu yang dalam Bahasa Jawa berarti seribu pintu merupakan julukan yang merepresentasikan banyaknya jumlah pintu di gedung ini. Meski tidak sampai persis seribu, jumlah pintu di Lawang Sewu yang banyak sengaja dibuat agar sirkulasi udara di gedung berjalan lebih lancar dan kesejukan tercipta. Gedung ini memiliki kaca patri yang cukup besar pada tangga naik utama di gedung A, yang menggambarkan cerita tentang ratu belanda bertemu seorang dewi Yunani. Juga terpatri simbol-simbol kekuasaan dan lambang negara Belanda. Masih terjaga dengan baik panel listrik, tangga besi, dan peralatan stasiun kereta zaman dahulu di gedung ini. 

Tak lama tiba di Lawang Sewu, kami dikabarkan bahwa Trinity hilang. Kami diminta bergabung dalam kelompok untuk bahu membahu mencari Trinity. Dikabarkan bahwa ada petunjuk-petunjuk di Lawang Sewu yang dapat menunjukkan kemana perginya sang travel blogger kondang itu. Ternyata ini merupakan permainan kedua di event ini. Kami seolah menjadi bintang sebuah reality show Korea yang berlomba antar kelompok untuk mencari petunjuk dan menemukan persembunyian Trinity. Siapa yang tercepat dialah yang akan menjadi juara.
image
image
image
Bermain ala-ala running man, dan kak Adlien yang kita kerjain
Pencarian kami mulai dengan mencari amplop di display sejarah kereta api di gedung A, hingga berdansa di ruang dansa gedung B, dan mencocokkan pola kunci di gedung C. Saya tergabung dalam kelompok tiga, yang berhasil memenangkan tantangan ini. Kami menjadi kelompok pertama yang bisa mendapatkan banyak bonus petunjuk dan bisa memecahkan pola kunci tuas kereta. Trinity ternyata bersembunyi di sebuah ruang ber-AC di gedung C, menunggu santai kami yang berpeluh mencari dirinya. Tak apalah, setidaknya kelompok kami bisa memperoleh buku gratisan dari mbak Trinity, sebagai hadiah menjadi juara. 

Tantangan terkahir kami lakukan di kelenteng Sam Po Kong. Kelenteng ini merupakan tempat mendaratnya Laksamana Cheng Ho di kota Semarang. Di kelenteng ini kunjungan kami cukup singkat. Kami harus puas berkeliling liar selama sekitar sepuluh menit, sebelum guide memanggil kami untuk memulai tantangan. Di tengah lapangan luas kelenteng Sam Po Kong, kamipun diminta bergabung kembali dalam kelompok-kelompok.
image
image
Suasana Kelenteng Sam Po Kong sore hari
Tantangan kami adalah diminta memikirkan sebuah pose untuk diabadikan berlatarkan kelenteng. Penilaian foto ini adalah siapa yang posenya “paling gila”, maka akan menjadi pemenang photo challenge. Kamipun memutuskan untuk berpose ala “lempar hayati ke rawa-rawa bang”. Dengan tubuh seolah menggelepar pasrah dan raut muka setengah manja-manja lelah, kamipun berfoto berlatar kelenteng dengan kamera polaroid dari panitia. Sayang pasrah kami pada abang Zainudin – Tokoh pasangan Hayati di Novel dan Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck - belum bisa menjadi juara. Pose yoga kak Bulan, Fahmi Anhar, dkk sepertinya lebih anti maninstram dari foto kami.
Mentari mulai tenggelam si ufuk barat, malam menjelang dan acara kami hampir usai. Kami dibawa makan malam ke resto Kampung Laut, sebuah resto di pesisir utara Semarang yang berbatasan dengan lautan. Angin laut membuai muka kami yang sudah kumal kucel akibat bermain seharian. Rasa lelah juga mulai terasa di badan. Tetapi kami bahagia. Bahagia mendapat pengalaman yang tidak akan terlupakan. Berkenalan dengan teman baru, komunitas baru, dan bermain bersama dengan mereka adalah satu lagi pembuktian saya pada betapa bersahabatnya manusia. Kereta api Indonesia telah berhasil membuat saya percaya bahwa berjalan dengan kereta, juga dapat membawa saya kepada kepuasan sebagai seorang pejalan; mendapat pengalaman baru, dan cara baru melihat kehidupan. 

Iringan kereta Harina yang berjalan pulang kembali ke Bandung menjadi pertanda event Traveling By Train 2015 purna. Tetapi selamat berjalan terus buat PT.KAI. Dirgahayu Ke 70 perusahaan kereta kebanggan negeri ini.
image
Restoran Kampung laut

Baca juga tulisan teman travel blogger yang lain yaa:
 
Fahmi Anhar -  Jelajah Museum Kereta Api Ambarawa Bersama Traveling By Train 2015
Lenny Lim - Kereta Wisata Indonesia
Rembulan Indira - Nostalgia Kereta Uap Ambarawa
Atrasina Adlina - #travelingbytrain Menapak Sejarah Kereta Api Indonesia
Citra Rahman - Traveling By Train; Jalan-jalan Seru di Semarang
Taufan Gio - #Travelingbytrain Bandung - Semarang with Priority
Arif Abdurahman – Nikmatnya Malam di Kereta Api Wisata Priority
Ghera Nugraha – Bandung ke Semarang Tawang dengan Kereta Wisata Priority

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top