Berimajinasi di Warner Bros Studio Tour: The Making of Harry Potter


Pagi-pagi saya telah bersiap di New Cross Gate Overground station, tidak jauh dari tempat saya menginap. Cuaca begitu mendung, angin masih berhembus kencang. Meski hari itu adalah hari pertama di musim semi, tetapi suhu udara masih saja bertengger di bawah lima derajat celcius. Jaket tebal, dan sarung tangan masih setia melekat menemani setiap langkah saya di negeri Ratu Elizabeth II hari itu.

Saya mengantri di depan loket tiket Overground, hendak menuju Leavesden, di utara kota London. Siapa sangka di sebuah kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk London, berdiri sebuah bangunan yang menjadi saksi bisu kisah yang menginspirasi jutaan manusia di dunia. Harry Potter Studio adalah tujuan saya. Dari yang mulanya hanya sebuah hanggar kosong milik rumah produksi Warner Bross Studio, kini hanggar tersebut telah berubah menjadi tempat wisata beromset miliaran Poundsterling setiap tahunnya. Sungguh sebuah pencapaian yang tak disangka-sangka berasal dari kota yang begitu kecil, jauh dari keramaian. 

Langit masih saja tidak bersahabat saat saya tiba di Watford Junction Station. Hujan rintik-rintik mulai turun dan membuat saya harus berlari menuju halte shuttle bus. Bus tingkat berwarna ungu yang mirip seperti Knight Bus di cerita Harry Potter penuh sesak dengan pengunjung dari berbagai kalangan. Anak-anak, remaja, hingga pasangan kakek dan nenek berebut tempat dalam bus ini demi merasakan alam magis di Harry Potter Studio. Untung saja saya masih mendapat sisa tempat duduk di dek atas bus yang bagian luarnya dipenuhi dengan stiker Harry Potter ini. Saya merasakan antusiame yang begitu besar dalam setiap wajah mereka yang duduk dalam bus menuju Harry Potter studio. 

Sekitar dua puluh menit naik bus, saya tiba pada sebuah daerah yang begitu lapang. Tanpa pepohonan tinggi, hanya ilalang yang tumbuh di kanan kiri. Di tanah lapang tersebut berdiri dua buah bangunan bercat krem berukuran sangat besar mirip seperti hanggar pesawat. Pada salah satu bangunan tergantung sebuah papan nama bertuliskan Warner Bros Studio, The Making of Harry Potter. Ternyata selama ini kebanyakan orang salah menyebut dan membayangkan tempat ini. Nama resmi tempat ini adalah Warner Bros Studio, bukanlah Harry Potter Studio, meskipun keseluruhan tempat ini adalah tentang Harry Potter. Tempat ini juga tidaklah sama seperti Harry Potter World di Amerika dan Jepang yang adalah sebuah wahana menyerupai Hogwarts dan Hogsmeade. Harry Potter Studio di Inggris merupakan sebuah studio tour dimana pengunjungnya dapat melihat properti, proses, dan tampilan asli dari semua film Harry Potter yang pernah di produksi.

Set untuk syuting pintu asrama Gryffindor
Bagi pencinta Harry Potter ataupun pencinta proses pembuatan film, tempat ini sungguh adalah sebuah surga. Tempat yang sebelumnya adalah sebuah aerodrome – lapangan terbang dan pusat pembuatan pesawat tempur semasa perang dunia ke dua – ini disulap oleh Warner Bros menjadi sebuah studio film seluas 60 hektar. Sejak tahun 2012, setelah sekuel terakhir Harry Potter and the Deathly Hollows selesai diporduksi, tempat inipun disulap menjadi tempat wisata yang sampai saat ini dikunjungi 6000 orang setiap harinya.

Saya pun mengikuti antrian yang sudah mengular di pintu masuk setelah sebelumnya menukarkan tiket online dengan kupon untuk ditukar souvenir dan audio guide. Setelah mengantri kurang lebih setengah jam, kloter saya yang berjumlah kurang lebih 500 orang digiring masuk dalam sebuah ruangan gelap. Tak lama kemudian cahaya perlahan merambat dari layar-layar LCD di sudut-sudut ruang. Musik bertemakan Harry Potter yang ikonik mengalun diikuti suara narator yang mengisahkan dengan puitis perjalanan sebuah cerita karangan seorang perempuan luar biasa yang telah mengispirasi jutaan pasang mata yang membaca buku dan menonton filmnya. Emosi saya begitu dimainkan di dalam ruangan ini. Rasa bahagia, semangat, dan haru timbul di hati mengingat akhirnya bisa melihat tempat yang menjadi saksi bisu pembuatan cerita yang menjadi teman berimajinasi saya sejak kecil. Sungguh kesan pertama yang magis sudah begitu terasa. 

Dari ruang gelap tadi, kemudian kami digiring masuk dalam sebuah ruangan teather. Sebuah film diputar berkisah tentang perjalanan pembuatan film Harry Potter. Sejak film tersebut hanya berbentuk naskah skenario, proses casting pemain, proses syuting, hingga antrian khalayak yang bermeter-meter menyambut pemutaran perdananya. Ditampilkan pula wajah-wajah imut Daniel Radcliffe, Rupert Grint dan Emma Watson, serta pemain Harry Potter lainnya sejak masih kanak-kanak hingga menjadi dewasa. 

Kisah Perjalanan dari naskah hingga film
Dengan musik yang begitu menyentuh membuat haru, air mata saya tanpa sadar menetes menyaksikan film berdurasi 10 menit itu. Bagi seorang yang begitu menyukai cerita Harry Potter, berada di tempat ini adalah sebuah perwujudan impian yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. Dua kekasih yang berpelukan erat di depan pintu masuk, mereka yang meneteskan air mata saat menyaksikan kisah Harry Potter, dan ratusan wajah-wajah sumringah lainnya, adalah pertanda terciptanya ikatan batin yang begitu kuat dengan cerita-cerita di Harry Potter, dan semua ikatan tersebut tegenapi di tempat ini.

Seketika setelah fim berakhir, layar teather tergulung ke atas. Pintu-pintu raksasa Hogwarts kemudian tampak di balik layar dan oleh tour guide dibuka dengan penuh semangat. Dibalik pintu telah terpampang setting ruang makan Hogwarts dengan meja-meja panjang tempat perjamuan, display pakaian asli yang dipakai saat syuting, serta meja para guru-guru Hogwarts juga tidak luput terpajang, lengkap dengan podium berhisakan burung hantu emas tempat Profesor Dumbledore biasa memberikan pengarahan pada siswa asrama. Sungguh sambutan yang langsung sukses membangkitkan memori tentang sudut-sudut Hogwarts yang tertidur di dalam pikiran.

Selesai menjelajah seting ruang makan, saya kemudian masuk pada area properti film. Beberapa set latar asrama yang sering muncul di dalam film dipajang di ruang ini. Mulai dari gerbang Hogwarts, kamar anak laki-laki Gryfindor, pintu chamber of secrets yang berbentuk ular, hingga tampilan dapur rumah Ron Weasly lengkap dengan pisau, penggosok wajan, dan keran air yang bergerak sendiri. Juga terdapat lilin-lilin yang naik turun di langit-langit ruang makan yang begitu lekat di memori para penonton film Harry Potter. Semua properti yang ditampilkan adalah properti asli yang juga dipakai pada saat syuting. Senang rasanya melihat benda-benda yang juga pernah bersentuhan langsung dengan aktor dan aktris pujaan di Harry Potter.

Berjalan ke ruang selanjutnya, tampilah bangunan ikonik yang dindingnya terinspirasi dari desain keramik di stasiun Underground. Ministry of Magic, lengkap dengan ruangan karyawan kementrian yang paling tidak disukai Dolores Umbridge yang seba pink, dan patung Magic is Might yang melambangkan superioritas penyihir atas para muggles. Juga terdapat meja panjang yang menjadi tempat pertemuan Voldemrot dan anggota Death Eaters bersiasat membunuh Harry Potter, lengkap dengan adegan Nagini melahap Profesor Charity Burbage yang toleran terhadap kaum non-penyihir. Di area ini juga terdapat benda-benda black magic yang melekat erat dengan diri Voldemort dan Death Eaters. Kesan mencekam, gelap dan jahat begitu terasa di ruangan ini. 

Ruang kepala sekolah
Properti asli film
Dapur keluarga Weasly
Peron 9 3/4
Beranjak dari ruang bertema kegelapan dan Ministry of Magic, sampailah saya pada salah satu spot yang begitu ditunggu-tunggu. Setting King's Cross Peron 9 3/4 menyambut saya lengkap dengan kereta Hogwarts Express yang lokomotifnya menyemburkan asap seolah siap berangkat. Toko-toko "magic" berdiri di sisi lain peron menjual Bertie Botts - permen dengan rasa yang tidak dapat diterka - dan stand-stand Daily Phropet - surat kabar para penyihir - turut menjadi pelengkap riuhnya ruang stasiun magi ini.

Saya melangkah naik ke dalam gerbong kereta. Tampak kursi-kursi berwarna abu-abu persis seperti pada film berderet dalam setiap kompartemen gerbong. Gerbong ini adalah gerbong dari sebuah kereta asli yang kemudian dipakai Warner Bros sebagai properti untuk Hogwarts Express. Setiap pengunjung Warner Bros Studio wajib melewati gerbong kereta ini untuk dapat melanjutkan ke bagian tour berikutnya. Sungguh manis mengingat kisah persahabatan Harry, Ron dan Hermione bermula dari gerbong-gerbong di kereta ini. Kereta ini menjadi saksi bisu dari cerita tentang kekuatan persahabatan yang dapat mengalahkan kejahatan dan kelicikan dari kekuatan gelap.

Lepas dari gerbong kereta, saatnya pengunjung menikmati minuman khas Harry Potter yaitu Butter Beer di restoran yang langsung menyambut di ujung gerbong. Tenang saja minuman ini bukanlah minuman beralkohol, sehingga dapat pula dikonsumsi oleh anak-anak dan mereka yang tidak minum alkohol. Rasanya mirip seperti root beer yang diberi krim susu diatasnya. Saya membeli butter beer dengan pilihan gelas piala yang bisa dibawa pulang sebagai souvenir. Selain butter beer, teredia pula aneka makanan di restoran yang memang diperutukkan untuk beristirahat sebelum kembali melanjutkan tour berkeliling studio. Senang rasanya merasakan minuman yang menjadi teman Harry, Ron, dan Hermione dikala musim dingin di Three Broomsticks Hogsmeade.

Puas mengecap butter beer, saya beranjak menuju outdoor studio. Telah terpampang properti Knight Bus setinggi tiga tingkat, seting Pivet Drive, Godric’s Hollow dan jembatan di Hogwarts. Tampak anak-anak senang sekali berfoto di depan rumah Dursley Family yang menyebalkan, tempat Harry Potter tinggal semasa kecil. Saya juga begitu memuja deretan pion-pion catur raksasa yang pernah tampil di Harry Potter and the Chamber of Secrets pada sisi outdoor studio yang lainnya. Sayang rintik hujan kembali turun, membuat saya tidak bisa berlama-lama melihat properti-properti di luar ruangan.

Saya melanjutkan tour masuk ke bagian bangunan selanjutnya. Di sayap sebelah kiri “hanggar” ini berdiri seting Diagon Alley, pusat belanja kaum penyihir di London. Toko tongkat sihir Olivander, dan Weasley’s Wizard Wheezes toko mainan milik Fred and George Weasley adalah tujuan foto dari para pengunjung, akibat ketenarannya. Berada di ruangan ini, saya merasakan seolah berjalan dalam pusat kota sihir. Semua bangunan tampak nyata, membuat pikiran ini tersihir terbawa menuju alam magis dan ingin segera memiliki Nimbus 2000, sapu terbang tercepat di dunia yang dijual di salah satu sudut toko di Diagon Alley.

Pelahap maut
Ada yang ingat ini meja kerja siapa?
Diagon Alley
Area outdoor
Puas berimajinasi di Diagon Alley, tibalah saya pada tempat yang paling membuat decak kagum. Replika Hogwarts berdiri tegak di sebuah ruangan. Begitu besar, kira-kira setinggi tiga meter. Replika istana inilah yang diambil gambarnya sebagai bagian dari scene aerial view Hogwarts di film-film. Begitu detil dan persis aslinya. Puas melihat kerennya teknologi pembuatan film, tour ditutup dengan deretan tongkat sihir, jubah asrama, gelas, topi, kaos, dan banyak lagi barang bertemakan Harry Potter lainnya yang bisa dipilih sebagai souvenir untuk dibawa pulang. Tetapi saya memutuskan untuk menahan diri untuk tidak berbelanja laksana mengembalikan audio guide ke konter yang telah sepi, mengambil souvenir buku panduan bergambar, dan mengejar shuttle bus untuk segera kembali ke London. Hogwarts Express telah menunggu saya di King’s Cross untuk meluncur ke Liverpool malam ini, melanjutkan perjalanan saya mewujudkan imajinasi. Karena sesungguhnya awal dari mengubah dunia adalah dengan berani berimajinasi. 

Tips:
  • Tiket harus dibeli jauh hari pada website resmi dan tidak bisa dibeli pada saat datang hari H.
  • Datanglah tepat waktu sesuai kloter yang sudah anda pilih pada pemesanan, jika terlambat anda belum tentu bisa ikut masuk kloter berikutnya.
  • Akses transportasi umum berbeda-beda tergantung titik awal berangkat, jangan ragu bertanya pada petugas tempat anda berangkat.
  • Karena tidak ada pemandu, maka baiknya anda memilih paket dengan audio guide jika ingin mengerti cerita dari spot-spot studio secara mendalam.

CONVERSATION

3 comments:

  1. Haaaaaaaaaaaaaa Albeeert, beruntungnya dirimuuuh. Tahu nggak, saat SMP aku pernah kirim surat ke Leavesden Studio ini, minta foto dan tanda tangan Harry Potter cast. And guess what, suratnya dibalas! Aku dikirimin foto Daniel seukuran A4, serta surat bertanda tangan (walaupun isinya template dan suratnya hasil cetakan printer).

    Fotonya, surat dan amplopnya sampe sekarang masih disimpen. Saat itu internet udah ada emang, tapi ntah kenapa (mungkin karena pada dasarnya aku senang korespondensi, filateli dsb) aku memutuskan untuk kirim surat tsb.

    Lalu aku bengong liat postingan ini.

    Omnduut.com

    ReplyDelete
  2. Wuahhh!! Kerennya!!! Iri sangat euy!!
    sensasi magis lewat foto aja bisa dapat banget.. apalagi kalau ada disana yaa.. Ahh muoeng sangat!!

    ReplyDelete
  3. wah seru sekali.. ke hutan terlarang juga mas?

    ReplyDelete

Back
to top