Geliat Pasar Kapuas Besar Pontianak

Keadaan di Kampung Cina sesak berkabut, dengan pasarnya yang senantiasa penuh orang dan timbunan barang. Bunyinya gemuruh berebut pembeli. Kemakmuran jelas tergambar di sini, karena apa juga keperluan orang, semuanya ada dijual. Dan yang berniaga di sini sudah dapat menyaingi kehebatan kedai-kedai di Singapura dan Betawi, yang jelas dimiliki oleh orang Cina dan Keling Surati (Bombay). - Syair Pangeran Syarif Pangeran Maharaja Matan tahun 1895
Itulah sepenggal syair yang ditulis seorang pembesar dari Kerajaan Matan ketika melihat Pasar Tionghoa, embrio pasar Kapuas Besar yang saya tulis kali ini. Pasar Kapuas Besar, atau yang biasa dikenal dengan Pasar Tengah, adalah pasar tertua di Kota Pontianak. Rarusan tahun sudah, ia menggeliat dan menjadi nadi bagi perekonomian ibu kota provinsi Kalimantan Barat ini.

Pasar Kapuas Besar berdiri di tepi Sungai Kapuas yang menjadi tulang punggung bagi distribusi logistik di Kalimantan Barat. Beras, minyak, tepung, pupuk, telur, mie instan, hingga sepeda motor dan sepeda kayuh, diangkut oleh kapal motor bandong menuju ke hulu. Daerah seperti Kubu, Sukadana, Teluk Batang, Rasau, hingga Sintang dan Sekadau bergantung dengan datangnya kapal-kapal pembawa logistik yang diangkut dari Pasar Kapuas Besar. 


Kuli-kuli pasar begitu perkasa mengangkat karung dengan bobot puluhan kilo. Bolak balik tiada henti hingga lengkap sudah sesuai jumlah pesanan. Tauke-tauke berkacak pinggang meneliti jumlah barang agar tidak ada satupun yang kelupaan. Nahkoda kapal bandong menunggu kode dari tauke, siap menempuh perjalanan membelah Kapuas, membawa mandat demi pemenuhan kebutuhan dapur mereka yang masih terisolir jalur darat.

Selain memasok barang ke pelosok, Pasar Kapuas Besar juga menjadi sumber pemenuhan kebutuhan warga kota. Dalam lorong-lorong pasarnya yang kurang terkena cahaya matahari, saya melihat ibu dan bapak bertukar rupiah memperjualbelikan telur dan minyak goreng. Ada juga yang membeli Ikan Gembung di bagian pasar segar di daerah belakang pasar dekat tepian Sungai Kapuas. Senang rasanya melihat ikan segar yang langsung ditangkap dari laut Selat Karimata laris hari itu.

Jika tidak bermaksud membeli apapun, Pasar Kapuas besar juga tetap menjadi tempat berkunjung yang menarik. Balkon lantai dua yang sepi bisa dikunjungi supaya bisa mendapatkan sudut tinggi ketika menyaksikan aktivitas pasar dan geliat sungai. Berjalan sedikit meniti geretak (jalur kecil di atas sungai) beton, saya bisa mendapatkan sudut mengambil gambar deretan "halaman belakang" ruko-ruko. Sedikit miriplah dengan yang ada di Venesia, hanya saja di sini airnya cokelat dan sungainya lebar. Juga tentu gaya bangunannya tidak gaya Eropa. Oiya, kebanyakan ruko di sini masih berpondasi kayu. Kayu besi, yang mitosnya semakin lama terrendam air, semakin kuat.

Itulah Pasar Kapuas Besar. Sebuah kampung Tionghoa yang kini menjadi pasar bagi semua bangsa. Tempat berkumpul segala budaya. Tempat memenuhi amanat menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. 








CONVERSATION

6 comments:

  1. Beberapa waktu lalu aku mlipir ke pasar, melihat geliat pasar, orang-orang yang hidup dengan adanya pasar; menajdi pengangkut barang, berjualan, dan lainnya. Begitu terasa bahwa pasar adalah tempat di mana kita bisa mendapatkan rejeki yang besar jika sukses.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar kak asik sekali. Aku kalau lagi jalan dan punya waktu banyak sebisa mungkin akan main ke pasar.

      Delete
  2. di pasar memang tempat tepat buat melihat masyarakat sebenarnya, geliat ekonomi dan budaya biasanya jadi satu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa benar.. asik sekali jika bermain-main ke pasar

      Delete
  3. pasar selalu jadi tempat yang menarik buat foto human interest dan juga merasakan geliat kehidupan sebuah kota atau desa.
    foto-fotonya bagus mas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar mbak, saya suka sekali main ke pasar. Terimakasih mba Endah, semoga senang mampir ke sini.

      Delete

Back
to top